Selasa, 01 Juni 2010

Mendidik Anak ala Rosullulah

akar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal. Padahal, salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik. Nah, Rasulullah adalah suri tauladan yang terbaik, karenanya mari kita berkaca dari sepercik cara mendidik anak ala beliau. Memang salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik, yang sebelumnya perlu dididik

pula. Sebenarnya kalau melihat ke sejarah Nabi, problema ini baru terselesaikan karena Allah Swt. turun tangan.

Anak didik dibentuk oleh empat faktor. Pertama, ayah yang berperan utama dalam

membentuk kepribadian anak. Bahkan, dalam Al-Quran hampir semua ayat yang

berbicara tentang pendidikan anak, yang berperan adalah ayah. Kedua, yang membentuk kepribadiannya juga adalah ibu; ketiga, apa yang dibacanya (ilmu); dan keempat, lingkungan. Kalau ini baik, anak bisa baik, juga sebaliknya. Begitu pula baik-buruk kadar pendidikan kita.

Empat faktor ini belum tentu semuanya terwujud. Ketika Allah Swt. menetapkan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, maka yang membentuk kepribadiannya adalah Allah Swt. Sebab, bila diserahkan kepada masyarakat atau keluarga, maka ia tidak akan sempurna, bisa jadi keliru. Dalam hal ini, Tuhan yang melakukan, sedangkan masyarakat atau keluarga diberi peranan yang sangat sedikit. Itu sebabnya bila telah selesai peranan ayah, maka dia diambil-Nya meninggal dunia. Ini karena Tuhan tidak mau beliau dididik bapaknya. Begitu lahir dibawa ke desa dan ketika usia remaja baru ketemu ibunya. Namun, ibunya pun kemudian diambil-Nya. Dalam hal ini, Allah Swt. ingin mendidik langsung beliau untuk menjadi pendidik, yakni figur yang diteladani bagaimana seharusnya mendidik. Itu sebabnya beliau bersabda, Addabanî Rabbî fa Ahsana Ta’dîbi

(”Yang mendidik saya itu adalah Tuhan”). Juga, Bu’itstu Mu’alliman (”Saya diutus-Nya menjadi pengajar, pendidik”).

Kita ambil beberapa inti dari kisah hidup Rasulullah Saw.Beliau bersabda, “Bila ingin anak yang membawa namamu itu tumbuh berkembang dengan baik, maka pilih-pilihlah tempat kamu meletakkan spermamu, karena gen itu menurun”. Jadi, sebelum anak lahir kita harus memilih hal yang baik, karena gen ini mempengaruhi keturunan. Pakar pendidikan mengakui bahwa ada faktor genetik dan pendidikan. Walaupun mereka berbeda pendapat yang mana lebih dominan, namun yang jelas keduanya punya pengaruh. Lalu, apa yang perlu diperankan orang tua sekarang? .

Pertama, satu hal yang perlu digarisbawahi, begitu seorang anak lahir, Islam mengajarkan untuk diadzankan. Walaupun anak itu belum mendengar dan melihat, tapi ini memiliki makna psiko-keagamaan pada pertumbuhan jiwanya. Anak yang baru beberapa hari lahir, kalau ia ketawa, anda jangan menduga bahwa ia ketawa karena atau dengan ibunya, tapi karena ia merasakan kehadiran seseorang. Para pakar mengatakan demikian, karena ada orang yang lahir buta tetap tersenyum saat ibu mendekatinya. Jadi, seorang bayi memiliki rasa pada saat mendengar adzan, juga memiliki jiwa yang bisa berhubungan dengan sekelilingnya. Karena itu, adzan menjadi kalimat pertama yang diucapkan kepadanya. Dan, karena saat membacakan adzan seorang muadzin berhubungan dengan Tuhan, maka inilah yang memberikan dampak bagi perkembangan anak ke depan.

Kedua, sampai umur tujuh hari, kelahiran anak perlu disyukuri (’aqiqah). Kalau begitu, jangan sampai terbetik dalam pikiran ibu/bapak merasa tidak mau atau tidak membutuhkannya, karena saat itu sang anak sudah punya perasaan dan harus disambut dengan penuh syukur (’aqiqah). Misal, ada orang yang mengharapkan anak laki-laki, namun kemudian lahir anak perempuan, akhirnya ia kecewa serta tidak menerima dan menyukurinya. Semestinya perlu disyukuri, baik laki-laki maupun perempuan.

Ketiga, setelah ‘aqiqah, sang anak baru diberi nama yang terbaik karena dalam hadis disebutkan, “Di hari kemudian nanti orang-orang itu akan dipanggil dengan namanya”. Dalam hadis lain dijelaskan, “Nama itu adalah doa dan nama itu bisa membawa

pada sifat anak kemudian”. Jadi, jika anda memiliki anak pilihlah nama yang baik untuknya.

Nabi Saw. dipilihkan oleh Allah semua nama yang baik dan sesuai, karena ia adalah doa

bagi yang menyandangnya. Misal, Nabi memiliki ibu bernama Aminah (yang memberi rasa aman) dan ayahnya Abdullah (hamba Allah). Yang membantu

melahirkan Nabi namanya As-Syaffa (yang memberikan kesehatan dan

kesempurnaan). Yang menyusuinya adalah Halimah (perempuan yang lapang

dada), jadi Nabi dibesarkan oleh kelapangan dada. Anjuran untuk memilih nama

yang mengandung doa juga dimaksudkan agar jangan sampai menimbulkan rasa rendah

diri pada sang anak.

Keempat, hal yang paling pokok adalah mendidik anak bagi Nabi Saw. adalah menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan

kepadanya, sehingga beliau sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak kecil ia sudah memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang menjadikannya merasa terhina. Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya untuk berbakti kepada orang tuanya. Nabi Saw. pernah ditanya, “Bagaimana seseorang membantu anaknya supaya ia berbakti?”, Nabi berkata: “Janganlah ia dibebani (hal) yang melebihi kemampuannya, memakinya, menakut-nakutinya, dan menghinanya”.

Ada cerita yang sangat berharga yang pernah penulis baca tentang kehidupan rumah tangga Imam Syahid Hasan Al-Banna, beliau memiliki 6 orang anak dan Allah menakdirkan ke enam anaknya memiliki pribadi sukses juga berhasil di kehidupan duniawinya. Ternyata ketika mengintip cara mendidik yang diterapkan Hasan Al Banna beliau sangat menerapkan pola pengajaran yang diajarkan Rasulullah, hampir bisa dikatakan jarang sekali menghardik, memarahi anak, apalagi murka. Yang lebih dominan adalah menghargai si anak, memberi perhatian yang lebih, dan memberi energi positif, cinta yang tulus. Memarahi anak adaah dengan cara yang ahsan (baik) dan itupun untuk tujuan mendidik, juga seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.

Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh Nabi dan anak itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan kasar. Nabi kemudian bersabda, “Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air, tetapi hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan”. Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi berkata “Jangan, biarkan ia kencing”. Dari hal ini, muncul ketentuan, bila anak laki-laki kencing cukup dibasuh, sedangkan bila anak perempuan dicuci dengan sabun. Riwayat ini memberi pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi jiwanya sampai kelak ia dewasa.

Namun di sisi lain, ada satu hal di mana Nabi sangat hati-hati dalam persoalan anak. Ketika Nabi lagi di masjid, ada orang yang kirim kurma, kemudian cucunya datang dan mengambil sebuah kurma lalu dimakannya. Nabi bertanya kepada ibunya, “Ini anak tadi mengambil kurma dari mana?” Sampai akhirnya, dipanggilnya Sayidina Hasan dan dicongkel kurma dari mulutnya. Ini maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan sesuatu yang haram, walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya, karena itu akan memberikan pengaruh kepadanya kelak ia besar.


Berikut panduan / cara Rasulullah Mendidik Anak
I.Panduan dasar untuk orangtua dan pendidik.
”Banyak orang tidak menyadari kalau anak adalah salah satu pemimpin umat. Hanya karena masih tertutup dengan baju anak. Seandainya apa yang ada dibalik bajunya dibukakan kepada kita, niscaya kita akan melihat mereka layak disejajarkan dengan para pemimpin. Akan tetapi, sunnatullah menghendaki agar tabir itu disibak sedikit demi sedikit melalui pendidikan. Namun, tidak semua pendidikan berhasil kecuali dengan strategi matang dan berkelanjutan. ( Syaikh Muhammad Al Khidr Husein )
1.Keteladanan
Rasulullah bersabda “ Barangsiapa berkata kepada anaknya, ‘ kemarilah! ( nanti kuberi )’ kemudian tidak diberi maka ia adalah pembohong ” ( HR. Ahmad dari Abu Hurairah )
2.Memilih waktu yang tepat untuk menasehati.
Ada 3 pilihan waktu yang dicontohkan Rasul ; saat berjalan-jalan di atas kendaraan, waktu makan dan waktu anak sakit.
3.Bersikap adil dan tidak pilih kasih
4.Memenuhi hak-hak anak
5.Menghargai nasehat dan kebenaran meskipun dari anak kecil.
6.Mendo’akan anak.
7.Membelikan permainan
8.Membantu anak agar berbakti dan taat.
9.Tidak banyak mencela dan memaki.

II.Membangun dan membina Aqidah anak.
1.Mentalqinkan kalimat Tauhid pada anak.
2.Cinta kepada Allah, merasa diawasi dan beriman kepada Qodho’ & Qodar
3.Mencintai Rasulullah, keluarga dan sahabatnya.
4.Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.
5.Mendidik keteguhan aqidahnya.

III.Membentuk intelektualitas pada anak
1.Menanamkan kecintaan mencari ilmu dan adabnya.
2.Membimbing anak untuk menghafal Al-Qur’an dan hadits.
3.Memilihkan anak, guru yang shalih.
4.Mendidik anak tera,pil bahasa asing.
5.Mengarahkan sesuai dengan bakat dan kecenderungannya.
6.Membuat perpustakaan di rumah.

Sifat-sifat Pendidik Sukses
a.Penyabar dan tidak pemarah
b.Lemah lembut dan menghindari kekerasan
c.Hatinya penuh dengan kasih sayang
d.Memilih yang termudah di antara dua perkara
e.Fleksibel
f.Tidak emosional
g.Bersikap moderat dan seimbang
h.Ada senjang waktu dalam memberi nasehat.

Maraji : Tahapan Mendidik Anak ( Jamal Abdur Rahman) .

Cinta di rumah Hasan Al-Banna (M. Lili Nur Aulia)

Mendidik anak cara Rasulullah, M. Quraish Shihab

Sumber : http://www.psq.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar